admintoto link alternatif

    Release time:2024-10-08 03:44:23    source:indolottery88 join   

admintoto link alternatif,arti mimpi hamil belum menikah,admintoto link alternatif

Daftar Isi
  • 1. PPN Naik Menjadi 12%
  • 2. Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
  • 3. Harga BBM Berpotensi Naik
  • 4. Penambahan Objek Cukai, Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK)
  • 5. Tambahan Iuran Pensiun

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2025 segera tiba dengan segala harapan sekaligus risikonya di bidang ekonomi. Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan sudah mewanti-wanti terdapat 4 risiko global yang menghantui pelaksanaan APBN tahun pertama pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto itu.

"Global environment masih sangat tidak pasti meskipun kita melihat ada suatu pola yang berulang," ucap Sri Mulyani saat konferensi pers RAPBN 2025 di kantor Pusat Ditjen Pajak, beberapa waktu lalu.

Secara rinci, empat risiko yang akan mewarnai APBN 2025, ialah suku bunga global; meningkatnya tensi geopolitik; pertumbuhan ekonomi global yang stagnan; dan gejolak pasar keuangan.

Baca:
Menko PMK Tegaskan Tambahan Iuran Pensiun Bebani Kelas Menengah

Selain yang bersumber dari eksternal, ada pula risiko dari internal yang menghantui ekonomi masyarakat, terutama kelas menengah. Risiko-risiko ini dikhawatirkan akan menekan daya beli dan menguras kantong warga. Berikut ini adalah 5 'malapetaka' yang menanti warga di 2025.

1. PPN Naik Menjadi 12%

Tarif pajak pertambahan nilai (PPN) akan tetap naik menjadi 12% pada 2025 semakin jelas. Hal ini diungkapkan Sri Mulyani pada saat konferensi pers RAPBN 2025.

Pemerintah belum memutuskan kenaikan tarif PPN 12% tetapi telah melakukan simulasi penerapan kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada awal 2025. Namun, untuk penerapannya masih tergantung keputusan pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Sesuai ketentuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)pengenaan tarif PPN 12% itu diamanatkan berlaku mulai 1 Januari 2025. Namun, karena ada permintaan dari sektor usaha, khususnya pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia supaya ditunda, simulasi itu dilakukan untuk melihat dampaknya.

"Kalau dampak potensinya kan gampang hitungnya, naik dari 11% ke 12% itu kan berarti naik 1%, 1 per 11 itu kan katakan 10% total PPN kita realisasi setahun Rp 730-an triliun, berarti kan tambahnya sekitar Rp 70-an triliun," tegas Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso.

Lebih lanjut, pada dasarnya sejumlah barang dan jasa tidak akan PPN di antaranya berada di sektor barang kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, hingga transportasi.

"Jadi banyak masyarakat yang menganggap semua barang jasa kena PPN, tapi sebenarnya UU HPP sangat menjelaskan, barang kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, transportasi, itu tidak kena PPN," tegas Sri Mulyani.

Baca:
Kabar Gembira! Insentif Beli Rumah Bebas PPN Terbit Sebentar Lagi

2. Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dikabarkan akan naik pada 2025. Sebagaimana dikatakan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti.

Meski begitu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah belum membahas besaran tarif iuran yang akan naik itu.

"Belum kita bahas antar kementerian terkait," kata Airlangga di kantornya, Jakarta, Jumat (9/8/2024).

Sebagaimana diketahui, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti memberikan sinyal kenaikan besaran iuran itu hanya untuk kelas I dan II.

Kenaikan tarif iuran itu akan diterapkan menjelang pemberlakuan kelas rawat inap standar (KRIS) mulai 30 Juni 2025, yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024.

Baca:
Bunganya Rendah, Ini Cara & Syarat Terbaru Pengajuan KUR BRI

"Bisa, (iuran) bisa naik. Dan saat ini sudah waktunya juga naik," katanya di Krakatau Grand Ballroom TMII, Jakarta Timur, dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (8/8/2024).

Menanggapi hal ini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa buka suara. Dia menilai kenaikan iuran ini tidak akan memberatkan masyarakat ke depannya.

Selain itu, dari sisi jumlah pasien sebenarnya tidak banyak, tetapi nilai klaim BPJS-nya luar biasa besar. Hal ini membebani neraca BPJS Kesehatan. Dengan demikian, penyesuaian iuran diperlukan.

"Jadi itu ingin diperbaiki strukturnya," tegas Suharso.

3. Harga BBM Berpotensi Naik

Pemerintah berencana memangkas subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) pada 2025 mendatang. Jika benar demikian, maka masyarakat harus bersiap untuk kenaikan tarif BBM di tahun depan.

Dokumen RAPBN 2025 menyebutkan subsidi energi dialokasikan Rp204,5 triliun atau naik dari outlook 2024 yang diperkirakan mencapai Rp192,8 triliun.

Merinci Buku II Nota Keuangan RI 2025, bahwa subsidi energi senilai Rp204,5 triliun itu diantaranya untuk subsidi BBM dan LPG 3 Kilogram (Kg) mencapai Rp114 triliun atau naik tipis dari outlook 2024 yang mencapai Rp112 triliun.

Dokumen tersebut juga menyebut kebijakan transformasi subsidi energi menjadi subsidi berbasis orang/ penerima manfaat akan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan data, infrastruktur, serta kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.

Kalimat tersebut mengisyaratkan jika pemerintah akan melakukan pembatasan pada penikmat subsidi BBM. Artinya, ada sebagian kalangan yang harus membayar lebih mahal untuk membeli BBM tahun depan.

Baca:
Kelas Menengah RI Kantong Tipis, Tapi Hobi Traveling

4. Penambahan Objek Cukai, Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK)

Pemerintah berencana menerapkan cukai MBDK tahun depan. Pengenaan cukai ini akan membuat masyarakat harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli minuman manis.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan penerapan cukai dilakukan untuk mengendalikan konsumsi gula masyarakat. Menurut dia, hal tersebut penting mengingat dampak konsumsi gula pada kesehatan.

Pemerintah mengusulkan target penerimaan cukai sebesar tahun depan sebesar Rp244,2 triliun atau tumbuh 5,9%. Pemerintah juga menargetkan barang kena cukai baru yakni minuman berpemanis dalam kemasan.

Usulan tersebut tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 serta dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2025.

Dalam RUU pasal 4 ayat 6 disebutkan "Pendapatan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dikenakan atas barang kena cukai meliputi:

a. hasil tembakau;

b. minuman yang mengandung etil alkohol;

c. etil alkohol atau etanol;

d. minuman berpemanis dalam kemasan

Optimalisasi penerimaan cukai akan dilakukan melalui ekstensifikasi cukai dalam rangka mendukung implementasi UU HPP. Kebijakan ekstensifikasi cukai secara terbatas pada MBDK untuk menjaga kesehatan masyarakat.

Baca:
Di Depan Wamenkeu, DPR Usul Tarif Cukai Minuman Berpemanis 2,5%-20%

5. Tambahan Iuran Pensiun

Pemerintah tengah menggodok aturan terkait dana pensiun wajib bagi para pekerja di Indonesia. Artinya, pegawai swasta nantinya akan dibebankan iuran tambahan untuk uang pensiunan, selain Jaminan Hari Tua (JHT) dari BPJS Ketenagakerjaan. Adanya tambahan iuran pensiun wajib ini dikhawatirkan akan mengurangi pendapatan masyarakat.

Kepala Eksekutif Pengawas PPDP OJK Ogi Prastomiyono mengatakan aturan ini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan kemudian diturunkan ke dalam Peraturan OJK (POJK). Adapun penyelenggaraannya bisa melalui Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) maupun Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).

"Pekerja yang memiliki penghasilan melebihi nilai tertentu, diminta untuk tambahan iuran pensiun secara sukarela, tambahan tapi wajib," kata Ogi.

Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan replacement ratio alias rasio pendapatan pekerja saat pensiun dibandingkan dengan gaji yang diterima saat bekerja. Pasalnya, replacement ratio di Indonesia saat ini masih di bawah standar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). OJK menargetkan besaran perlindungan pensiun yang diterima masyarakat, yaitu sebesar 40% dari penghasilan terakhir. Saat ini, cakupan proteksinya masih sejumlah 20%.

"ini disusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) di mana itu akan ditetapkan penghasilan berapa yang akan dikenakan dapen tambahan, dan pelaksanaannya secara kompetitif, ini bisa melalui Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) atau BPJS TK, tapi ini kayaknya arahnya ke DPPK," kata dia.


(haa/haa) Saksikan video di bawah ini:

Video: Kelas Menengah, Sudah Kena PHK Tertimpa Pajak Pula

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">Next Article Dompet Kelas Menengah 'Lesu', Jokowi Siapkan Insentif di 2025