pasti gacor88

    Release time:2024-10-08 04:01:04    source:hugosplay   

pasti gacor88,dewa asia88,pasti gacor88

Daftar Isi
  • Perayaan yang 'tidak dirayakan' di Palestina
  • Prosesi Natal dan parade yang ini muram dan duka
  • Natal tanpa belanja dan kumpul-kumpul
Jakarta, CNN Indonesia--

Momen 25 Desember selalu dipenuhi dengan kegembiraan Natal. Kegembiraan ini hadir sebagai salah satu perayaan kelahiran Yesusdi antara umat manusia berabad-abad lalu.

Tapi, kegembiraan Natal yang ceria, penuh lampu berwarna-warni, hiasan pohon dan kue-kue Natal di tahun ini tak nampak di antara 50 ribu umat Kristen Palestina.

Kegembiraan Natal mereka di 2023 ini hilang, terutama setelah Gereja Ortodoks Yunani Saint Porphyrius dibom Israel pada Oktober lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal, tahun demi tahun umat Kristen di Gaza biasanya merayakan Natal dengan penuh suka cita dan berbagai ritual yang menyenangkan. Tapi, semua ritual tersebut tahun ini akan digantikan dengan upacara sederhana, berkabung dan berdoa, menyoroti realitas yang terjadi di wilayah tersebut.

Perayaan yang 'tidak dirayakan' di Palestina

Natal dari tahun ke tahun di Palestina adalah perayaan besar yang dirayakan semua orang. Bahkan Natal telah menjadi hari libur nasional bagi seluruh warga Palestina, bukan hanya milik umat Kristen, tapi semua agama di negara itu.

Otoritas Palestina bahkan menganggapnya sebagai libur nasional. Saat Natal, kantor-kantor pemerintahan biasanya tutup untuk menghargai perayaan umat Kristen.

Bahkan, beberapa Muslim di Palestina juga akan mengunjungi Betlehem. Mereka menghadiri parade dan berfoto dengan pohon Natal.

"Bagaimana juga Yesus berasal dari Betlehem. Dan ini sangat berarti bagi kami warga Palestina," kata Pastor di Palestina, Reverend munther Isaac.

Berbagai tradisi unik dan menggembirakan itu kini harus berubah. Perayaan Natal tak lagi penuh suka cita, justru penuh kemuraman dan duka cita di Palestina.

Lihat Juga :
Ucapan Natal Jokowi: Semoga Damai, Selamat, Sejahtera Menyertai Kita

Prosesi Natal dan parade yang ini muram dan duka

Salah satu ritual Natal yang sangat penting di Palestina adalah prosesi bapak bangsa dari Yerusalem. Mengutip Al-Jazeera proses ini berlangsung di 24 Desember bagi umat Katolik dan 6 Januari bagi para patriark Ortodoks.

Dalam prosesi ini, Sang Patriark akan diterima dari Yerusalem di Betlehem. Kemudian mereka akan berjalan melalui jalanan kota tua di Betlehem hingga mencapai Gereja Kelahiran, tempat diadakan doa bersama.

Di masa tidak berlangsung perang pun, pihak berwenang Israel dan polisi Palestina akan mengawal kegiatan ini, tergantung wilayah mana yang dilalui dalam proses tersebut. Tentu saja, bagi masyarakat khususnya umat Kristen, kedatangan prosesi ini merupakan perayaan yang patut dirayakan.

Mereka juga disambut oleh beberapa kelompok pramuka dan band musik di seluruh Palestina. Orang-orang akan meninggalkan rumah untuk berjalan-jalan di kota, menyaksikan semangat Natal yang membahagiakan.

Sayang, di tengah kecamuk perang prosesi ini memang tetap berjalan. Namun, perayaan sepi dan tampak muram. Malah tak ada band musik dan kelompok pramuka yang biasanya menciptakan hangat Natal.

Misa tengah malam dan Manger Square tanpa pohon Natal

Ketika proses tersebut sampai di gereja, doa akan berlanjut tepat pukul 17.00 waktu setempat. Kegiatannya juga akan berlangsung hingga tengah malam yang disiarkan untuk disaksikan banyak orang.

Bahkan Manger Square yang berada di Betlehem juga akan dihiasi pohon Natal besar dengan berbagai pertunjukan lain yang menambah keceriaan. Tentu saja, tahun ini tak ada pohon Natal besar bahkan kecil pun tak ada di Manger Square.

"Masyarakat sipil dan beberapa seniman sedang mengerjakan sebuah tempat tidur bayi baru yang terbuat dari puing-puing sebagai tanda atas apa yang terjadi di Gaza," kata Rahib gereja di Palestina.

Lihat Juga :
Agresi Israel, Macron Prihatin dengan Kondisi Umat Katolik Gaza

Natal tanpa belanja dan kumpul-kumpul

Isaac tahu Natal dulu penuh suka cita, berbelanja di Betlehem jadi salah satu ritual penting yang kerap dilakukan Isaac dan keluarga dulu, sebelum Israel menyerang kota mereka.

Dulu, beberapa pasar menjual pakaian dan dekorasi perayaan untuk musim liburan. Merupakan tradisi untuk membeli pakaian terbaik dari Yerusalem dan menyimpannya untuk Natal.

"Anda tahu bagaimana di Amerika Anda pergi ke mal besar? Kami biasa pergi ke Yerusalem. Kami tidak bisa berbuat apa-apa lagi," kata Isaac, menyinggung ketatnya aturan perizinan di wilayah tersebut, yang membatasi mobilitas warga Palestina.

Natal adalah tentang kegembiraan dan suka cita. Pohon Natal yang besar menjadi pusat perhatian di setiap gereja, tempat pesta dan jamuan makan diselenggarakan.

Tahun ini, pesta-pesta telah dibatalkan dan "tidak ada seorang pun yang berminat mendekorasi pohon Natal", kata Isaac.

(tst/agt)